5 Komentar

Fiksi online = Fiksi Jempol (catatan saat Launching Novel Senja di Chao Phraya)

Saat launching Novel Senja di Chao Phraya di IVAA (Foto dok. Endah Raharjo)

 

Pengantar

Sebelumnya saya ucapkan selamat atas terbitnya Novel “Senja di Chao Phraya” karya Endah Raharjo, yang telah saya kenal sejak lama, namun baru berjumpa fisik pada hari ini. Sungguh sangat berbahagia, mendapat kepercayaan darinya untuk hadir dan turut melontarkan pandangan sebagai pengantar diskusi dalam acara launching novel ini. Ruang pertemuan yang terjadi, berkat dunia online.

Fiksi Online Bagaikan Hutan Belantara

Saya yakin, para hadirin di sini, 100 persen, pernah atau bahkan menghabiskan sebagian besar waktunya pada dunia online. Memainkan berbagai peran: mulai pengintip, penikmat, hingga memproduksi berbagai tulisan dalam berbagai jenisnya, termasuk fiksi. Contoh kasus paling mudah adalah bermain di jejaring sosial bernama Facebook.

Saya kira bahkan fiksi yang paling mendominasi. Berbagai status puitis dihadirkan membawa imajinasi ke dalam ruang-ruang bebas tak berdinding. Torehan jempol-pun bertaburan. Ah, kukira resah hatimu bila status puitis-mu sama sekali bebas dari torehan jempol.

Mendominasinya fiksi, bahkan menjalar ke salah satu situs yang mengklaim dirinya sebagai jurnalisme warga. Selama sekian lama, pengunjung terbesar adalah pada rubrik fiksi. Hal yang pasti bisa meresahkan pengelolanya. Karena itulah, dibuat kanal khusus untuk fiksi, sehingga traffick tidak terdominasi lagi oleh fiksi.

Fiksi online, jenis macam apakah? Ah, engkau pasti tengah bercanda. Mau cari apa? Semua serba ada. Bila online adalah sebuah toko, lebih tepat disebut toko kelontong, yang menyediakan berbagai bahan, kendati persediaan tidak harus selalu sama. Karenanya pastilah engkau tidak akan kecewa mencari sesuatu karena bisa didapatkan.

Fiksi online juga laksana hutan belantara. Semua bebas berkembang, bermain dalam iramanya. Termakan, memakan, itu hal biasa. Tapi tetap saja ada. Seekor macan, bisa ditakuti, tapi komunitas rumput, pastilah juga bisa meraih kegembiraannya dalam komunitasnya.

Fiksi Online Biang Kerok Rendahnya Karya Sastra?

Berkembangnya fiksi online, sesungguhnya juga memaksa para penulis fiksi profesional untuk turut hadir, mengkampanyekan karya-karyanya. Sedang penulis fiksi yang berkeliaran, memang tidak semuanya bercita-cita atau tengah belajar meniti karir sebagai penulis.

Maka ketika ada kegelisahan dari sebagian kalangan menganggap bahwa keberadaan dan maraknya fiksi online sebagai biang kerok yang menunjukkan turunnya kualitas karya sastra, saya kira pandangan ini tidak membuat penulis fiksi online turut menjadi gelisah. EGP. Kata anak muda bisa direspon demikian.

Mengapa?

Tidak semua penulis fiksi mengklaim tulisannya sebagai karya sastra. Mereka lebih cenderung menyukai bila tulisannya hanya disebut ”fiksi”, bukan ”sastra”. Bagi pecinta dan penulis sastra ”beneran”, bisa menjadi semakin frustasi bila mengeluarkan pandangan atau uneg-unegnya pada dunia online yang terbuka. Lha, wajar, semua penulis fiksi kan bukan atau malah malu mengaku atau dianggap sebagai sastrawan. Ingat loh, di hutan belantara, siapapun berhak ada. Biarkan tumbuh dan mati secara alami. Tapi sebaiknya, janganlah berburu untuk membunuh.

Penutup

Novel Endah Raharjo, berawal dari fiksi online. Kisahnya adalah fiksi. Yakinlah, hanya fiksi. Walau ruang-ruang yang dihadirkan ada di dalam nyata, dan kisahnya – bisa atau bahkan telah terjadi – ia tetaplah fiksi.

Sebagai karya fiksi online yang kemudian dihadirkan sebagai buku, sebagaimana mengikuti jejak puluhan buku fiksi lainnya berupa karya seseorang, karya kolaboratif, ataupun kumpulan karya bersama, keberadaannya tetap sah dan layak untuk diapresiasi.

Membaca novel Endah Raharjo, kita bisa hanyut terbawa arus seakan menonton para pemain dan setting ruangnya secara jelas.

Yogyakarta, 6 Juli 2012

5 comments on “Fiksi online = Fiksi Jempol (catatan saat Launching Novel Senja di Chao Phraya)

  1. Mas Odi, terima kasih banyak. Saya bs menangkan ‘kegelisahan’ Mas Odi dan mengakui ‘kegelisahan’ saya sendiri. Namun tdk berarti membuat berhenti menulis – berkarya – apapun cap yg akan diberikan pembaca. Dan saya juga mungkin akan tdk berhenti mencap katya saya sendiri… Spt yg Mas Odi tuliskan, ini hutan belantara, semua jenis tumbuhan layak dan bisa tumbuh…
    Salam dan terima kasih banyak.

  2. Senang sekali membaca tulisan ini 🙂 Saya percaya sebuah karya bukan terletak pada di media mana ia hadir atau lahir, tetapi tergantung pada kerja keras dan ketekunan senimannya mengolah karyanya sehingga menjadi yang terbaik sesuai dengan kemampuannya. Jaman juga sudah berubah, apa yang dianggap bagus di masa lalu, belum tentu asyik untuk dinikmati pada masa sekarang.

  3. […] sendiri, pada acara launching itu lebih menyoroti tentang fiksi online (lihat di SINI). Tentang isi novel saya tidak membahasnya. Hanya memberikan komentar yang hampir senada dengan […]

Tinggalkan komentar