Tinggalkan komentar

Surat untuk Pacar #4

KAU TAMPAK MANIS, JENG SRI

Hoi..hoi..hoi…

Telah kau mainkan sebuah lakon. Permainan nakal yang menyenangkan yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Permainan yang menggemaskan.

Aku terpana. Aku terpaku.

Putih-putih pakaianmu. Kelihatan jelek selama ini. Tapi hari ini? Entajh siapa yang ebrubah. Aku melihatmu lebih anggun. Lain dari biasanya. Aku senang. Kau menang.

Aneh. Benar-benar aneh.

Keberanian telah kau tampakkan. Kau menjadi dirimu sendiri. Berani berbicara. Faktor terpenting kepribadian. Sudah kau mulai. Sudah kau jalani dengan sukses. Selamat. Lepaslah kediaman-mu yang menyiksa aku. Mungkin juga kamu. Kamu bebaskan pikiran-pikiran kamu. Bersikap biasa. Kemajuan yang aku suka. Benar-benar suka.

Kau tertawa. Akupun tertawa.

Teman-teman yang menggoda kita. Terasa enak di kepala. Goda yang menyenangkan. Goda yang menggoda. Walau kita toh pura-pura tersipu. Malu. Tapi. Senang toh?

Lewat hari ini. Lepas beban semua.

Dialog anjang yang terpenggal. Belum pernah sebelumnya terjadi. Kita nikmati. Kita terbuai. Ah, seandainya kita bisa menghentikan waktu sejenak. Tentu kita akan habiskan waktu kosong. Namun kita tidak bsia mengelak. Putaran waktu terus berjalan. Sudah kehendak. Tiba saatnya kita menghentikan pembicaraan. Untuk hari ini. Besok akan kita mulai lagi. Bisakah suasana hari ini akan terulang kembali?

Masa depan. Masa depan. Tampak di depan.

Kita kaji, kita kuliti, kita persiapkan. Masa depan ada di tangan kita sendiri. Kita memulai perjalanan. Kita pancangkan cita-cita. Kita kibarkan bendera tinggi-tinggi. Menggantung di langit. Kita buktikan kita mampu. Kita buktikan kita manusia. Punya jiwa. Punya rasa. Punya cipta. Punya karsa. Membentuk sejarah hidup. Menggoreskan pena. Melanglang buana. Merasuk sukma. Angkasa. Angkasa. Dengan segalanya. Kita itari. Kita mabuk. Kita berkhayal. Kita, kita, kita, kita………. ya, kita sendiri.

28 Mei 1991.

_________________

Tulisan terkait:

Tinggalkan komentar