Tinggalkan komentar

Aku Tetap Di Sini

Oleh  :  Odi Shalahuddin

Aku tetap di sini. Pada kesunyian. Lepas dari hiruk pikuk gossip-gosip politik. Maaf, bila kau kata aku tidak memiliki militansi lagi karena tidak pernah turut aksi, aku sungguh tidak peduli. Aku tetap ada, Aku tetap bicara, aku tetap bekerja, bersama anak-anak, yang menjadi pilihan.

Kau tertawa? Biarlah saja, aku akan memaklumi. Dunia anak-anak memang harus pada zona damai. Ia lepas dari hiruk-pikuk pembicaraan dan gosip politik. Tapi, sesungguhnya, bangsa ini tengah dipertaruhkan apabila dirimu, para aktivis, dan para pengambil kebijakan mengabaikannya. Jadi, memasuki area politik, bukan untuk berpolitik demi pertarungan merebut kekuasaan. Melainkan merebut perhatian dan kepedulian. Keputusan-keputusan politik, berupa kebijakan dan peraturan-perundangan yang melindungi anak, itulah tujuan. Membangun kehidupan anak-anak yang lebih baik.

Bila kau, kawan-kawanku, berada pada pusat-pusat kekuasaan, maukah kau peduli dengan nasib anak-anak bangsa ini?

”Ayolah ikut. Masak hanya suka jadi penonton,” seorang kawan yang menjadi calon anggota legislatif membujuk ketika kampanye 2009.

”Biarlah aku jadi penonton,” kataku sambil tertawa.

”Mau sampai kapan. Ini saatnya kaum muda merebut kekuasaan,”

Kembali aku hanya tertawa.

”Bantu aku ya…. Kau punya kontak di kota ”A” dan kota ”B”, bukan?” seorang kawan anggota DPRD Propinsi yang mengadu nasib mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI.

”Aku hanya mengontak saja, selanjutnya dirimulah,”

Lain kawan, datang juga.

”Ayo gabung jadi tim sukses. Dana besar tersedia,” kawan lain.

Tawa pula jawabku.

“Kau tidak pernah serius,”  katanya sambil bersungut.

“Aku serius. Serius tidak mau terlibat. Serius bekerja pada pilihan. Dukung doa sajalah untuk kalian,” jawabku sambil tersenyum.

Pertarungan besar yang berlangsung. Aku tak terpengaruh olehnya. Sesekali menonton televisi atau berita-berita di Koran. Pertarungan dengan dana yang sangat besar. Dana yang pastilah berguna untuk pendidikan anak-anak di Indonesia ini.

***

“Wah, sudah habis 600 juta, tidak jadi juga,” seorang kawan mengabarkan tentang kawan yang gagal terpilih.

“1 milyar lebih-pun tidak jadi. Sekarang si “anu” stress. Nomornya ganti, dihubungi sulit sekali,” kabar tentang kawan lain.

”Si ”Itu” jadi juga akhirnya. Tapi habis hampir 3 milyar dia,”

”Untuk mempertahankan suaranya tidak diganggu, si ”X” habis 1 milyar loh. Belum menghitung biaya saat kampanye,” kabar dari kawan lain tentang kawan yang lainnya lagi.

Ah, betapa uang mudah digelontorkan. Bila disuruh menyumbang untuk mengentaskan kemiskinan, mudah tidak ya?

***

Aku tetap di sini. Dalam ruang yang sepi, kecuali anak-anak yang menggambar dan menulis  bersama tentang kehidupannya.  Menyanyikan lagu-lagu anak merdeka. Berlari-lari, dalam ruang yang semakin menyempit.

Jelas, aku bahagia. Banyak kaum muda  berada dalam lingkaran kekuasaan. Tersebar di berbagai partai-partai duduk di kursi terhormat di dalam gedung rakyat. Menjadi aktor yang turut menentukan menentukan perjalanan kehidupan bangsa dan negara ini. Ingin sekali kudengar mereka bicara tentang anak-anak. Bicara tentang masa depan bangsa, bukan bicara untuk hari ini atau yang berjanga pendek.

Ah, kawan, aku tak peduli. Aku tak mau terlibat pertarungan antar dirimu, kawan menjadi lawan, lawan menjadi kawan, karena persamaan kepentingan politik. Bertarunglah kalian secara jantan.

Kami di sini, dalam ruang sepi, yang penuh hiruk pikuk tentang kehidupan yang keras. Menanti perubahan. Bila tidak, suatu saat kami akan merebutnya.

Aku tetap di sini. Yakinlah, aku tetap di sini.

Yogyakarta, 28 November 2010

Tinggalkan komentar