2 Komentar

Kekuatan Cinta (Catatan Para Relawan Merapi)

Odi Shalahuddin 

Sekitar satu minggu yang lalu, buku yang kunantikan akhirnya tiba pula. Buku pemberian dari seorang kompasianer Anazkia, sebagaimana telah dijanjikan sebelumnya melalui komunikasi di jejaring sosial. Sayang belum sempat membaca, ketika saya pergi ke luarkota, buku tersebut tertinggal di meja. Baru siang ini, setibanya di  Yogya saya dapat kembali melanjutkan membaca buku itu. 

Relawan Merapi: Berbagi Jejak Kebersamaan untuk Anak Negeri” demikian judul buku yang berupa himpunan 11 tulisan dari 10 relawan merapi yang tampaknya  bekerja dalam kelompok-kelompok berbeda. Tersebutlah Anazkia, Dhave Danang, Rawins, Maztrie, Emi Farikhah, Dwi Wahyu N, Arif Lukman Hakim, Yustinus Slamet Witikaryono, Slamet Riyadi, Pradna Paramitha. Seluruhnya adalah para blogger yang aktif di berbagai blog.

Adalah Anazkia, seorang yang berasal dari Cilegon dan bekerja sebagai Buruh Migran di Malaysia, berkesempatan menjadi relawan merapi lantaran bencana terjadi pada saat kepulangannya ke Indonesia, memiliki gagasan untuk menjadikan buku kumpulan tulisan dari para relawan merapi. Gagasan yang diwujudkan dengan berburu tulisan dari berbagai blog, yang pada akhirnya berhasil terhimpun dalam buku yang diberi catatan oleh Blontak Poer.  Sayang, Anazkia sendiri tidak memberikan pengantar sebagai penghimpun bahan sehingga kita tidak mendapatkan gambaran mengenai gagasan utuh dan proses yang berlangsung.

Buku setebal 196 halaman yang diterbitkan oleh Inzpirazone ini, 100% royaltinya akan digunakan untuk kepentingan kemanusiaan. Ini saya kira merupakan langkah menarik yang semakin memperteguh semangat dan dedikasi para relawan khususnya para penulisnya. Kita bisa memberikan dukungan, tentu saja dengan membeli buku tersebut. Bukankah begitu?

Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2980 meter dari permukaan laut. Secara administrative terletak pada empat wilayah Kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Kapubaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten.

Letusan Merapi yang terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010, kemudian disusul oleh letusan pada tanggal 4 November 2010 yang dinilai sebagai letusan terbesar selama 100 tahun terakhir, telah mengakibatkan puluhan orang meninggal dunia, ratusan orang luka-luka, dan ratusan ribu orang menjadi pengungsi. Bencana ini juga merupakan bencana yang terpanjang dalam sejarah bencana Merapi. Tercatat setidaknya terjadilimakali perpanjangan masa darurat bencana. Belum terhitung bahaya sekunder berupa banjir lahar dingin yang menghancurkan banyak Rumah dan desa di daerah

Semangat solidaritas yang tinggi pada bangsa ini, terbukti dengan hadirnya ratusan orang dari berbagai wilayah yang segera terjun dan melakukan sesuatu  untuk membantu para korban. Merekalah para relawan yang layak disebut sebagai pahlawan.

Adaberbagai alasan dan motif dari para relawan, tapi pada intinya, semua tergerakkan oleh hati untuk berbagi. Anazkia, pada awalnya akan memanfaatkan kepulangannya keIndonesiauntuk mengunjungi beberapakota.Yogyakartamenempati urutan nomor sembilan (9). Tapi peristiwa bencana merapi, telah menggerakkannya untuk menghabiskan sebagian besar waktu yang tersedia untuk berada di Yogya sebagai relawan. Ia mengontak sebuah NGO untuk bisa bergabung. Keseluruhan proses pengalaman yang dituliskan berdasarkan urutan waktu dan tempat, Anazkia seakan tengah berbagi laporan atau berbagi catatan harian kepada kita. Penulisan semacam ini memang menjadi sangat subyektif. Tapi pola penulisan semacam ini pula, sebagai pembaca kita merasa bisa terlibat di dalamnya tanpa jarak. Tulisan semacam ini yang sangat dominant kita jumpai dari keseluruhan tulisan yang terangkum dalam buku ini.

Keberagaman basis kelompok, wilayah dan fokus kerja dari masing-masing penulis akan membawa kita kepada pengalaman yang beragam pula.Adabanyak hal-hal kecil yang biasanya luput dari perhatian tetapi menjadi bagian penting yang akan menentukan keberhasilan dan efektivitas kerja para relawan. Kita juga akan dibawa kepada konflik-konflik yang pernah berlangsung, seperti antara para pengungsi dengan birokrasi,  antar kelompok relawan, dan juga konflik kepentingan yang bermuatan SARA.

Dhave Danang yang memberikan gambaran tentang situasi bencana disertai pandangan-pandangannya terhadap situasi yang digambarkan menyatakan bahwa relawan jika tidak didasari cinta kasih akan sebuah misi kemanusiaan tentu saja tidak ada artinya. Bagaimana relawan mau menyisihkan waktu, tenaga, hati  dan pikiran untuk menolong sesamenya. Cinta adalah biang keladinya yang menyeret mereka ke lokasi bencana, karena mereka mencintai kehidupan dan kemanusiaan. Benih cinta mereka wujudkan dalam setiap tindakan kemanusiaan tanpa pamrih dan penuh dedikasi yang tinggi dan ketulusan (hal. 32).

Kekuatan cinta Sejati yang dirasakan oleh Dwi Wahyu N yang bekerja sebagai relawan selama satu bulan penuh. Dikemukakan: “Bayangkan, hamper sebulan penuh saya hanya mengurusi korban Merapi. Sebenarnya buat apa? Pengeluaran saya bertambah untuk telekomunikasi dan transportasi, padahal pemasukan nihil. Sebenarnya buat siapa? Dan di sinilah saya menemukan kembali kekuatan cinta Sejati. Sesuatu yang membuat saya bertahan dan lebih kuat. Adakekuatan BESAR yang membuat saya tidak pernah merasa lelah dan kehabisan makna (hal 118).

Tapi bagaimana-pun relawan juga adalah manusia. Ia memiliki keterbatasan-keterbatasan. Bukan super hero, kata Rawin. Di sisi lain, relawan terkadang memiliki kebutuhan akan eksistensi atau pengakuan dari orang lain, walaupun berusaha menekan agar tidak mengemuka, demikian pandangan dari Dhave.

Berbagai persoalan, tantangan yang dihadapi, mengemuka di hampir semua tulisan. Tidak ada perjalanan kerja relawan yang mulus.Adaberbagai faktor eksternal pula yang mempengaruhi. Sebagai contoh, pada banyak kasus ditemukan tindakan yang lamban dari aparat birokrasi dan aparat keamanan untuk mengatasi atau menyelesaikan persoalan (lihat misalnya di halaman 59);  koordinasi yang tidak berjalan baik, seperti dua orang polisi mengeluhkan tentang gudang yang penuh dengan barang logistic, tapi untuk mendapatkan minum saja kesulitan lantaran kunci gudang dipegang oleh pajabat yang jarang ada di tempat (hal.62); pernyataan seorang pejabat yang dinilai melukai hati para pengungsi  (hal. 145);  atau adanya tekanan dari satu kelompok ke kelompok yang lain yang tengah membantu para pengungsi yang bernuansa SARA (hal.148).

Hal, yang menjadi perhatian dan tidak pernah terlupakan bila berbicara tentang Merapi adalah Mbah Marijan, juru kunci Merapi yang meninggal pada bencana kali ini. Maztrie menuliskan secara khusus mengenai profilnya (hal. 163).

Tapi saya kira, tidaklah adil bila saya hanya menceritakan tentang kesan-kesan saya membaca buku ini. Pastilah ada banyak hal lain yang penting untuk kita ketahui dan kita pelajari dari 11 tulisan yang disajikan. Karena itulah, seperti saya katakana di atas, segeralah dapatkan buku ini, sekaligus anda telah memberikan kontribusi untuk kegiatan kemanusiaan.

Yogyakarta, 3 Agustus 2011

2 comments on “Kekuatan Cinta (Catatan Para Relawan Merapi)

  1. buku ini bisa diperoleh dimana ya?

Tinggalkan komentar